Minggu, 02 Juli 2017

RESUME: ANDRAGOGI DAN PEDAGOGI

ANDRAGOGI DAN PEDAGOGI Pengertian : Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno: “aner”, dengan akar kata andr, yang berarti orang dewasa, dan agogus yang berarti membimbing atau membina. Istilah lain yang sering dipergunakan sebagai perbandingan adalah “pedagogi”, yang ditarik dari kata “paid” artinya anak dan “agogus” artinya membimbing atau memimpin. Dengan demikian secara harfiah “pedagogi” berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak. Andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner Centered Training/Teaching). Perbedaan Andragogi dan Pedagogi Kosep tentang diri peserta didik Peserta didik digambarkan sebagai seseorang yang bersifat tergantung. Masyarakat mengharapkan para guru bertanggung jawab sepenuhnya untuk menentukan apa yang harus dipelajari, kapan, bagaimana cara mempelajarinya, dan apa hasil yang diharapkan setelah selesai Adalah suatu hal yang wajar apabila dalam suatu proses pendewasaan, seseorang akan berubah dari bersifat tergantung menuju ke arah memiliki kemampuan mengarahkan diri sendiri, namun setiap individu memiliki irama yang berbeda-beda dan juga dalam dimensi kehidupan yang berbeda-beda pula. Dan para guru bertanggungjawab untuk menggalakkan dan memelihara kelangsungan perubahan tersebut. Pada umumnya orang dewasa secara psikologis lebih memerlukan penga- rahan diri, walaupun dalam keadaan tertentu mereka bersifat tergantung. Fungsi Pengalaman peserta didik Di sini pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik tidak besar nilainya, mungkin hanya berguna untuk titik awal. Sedangkan penglaman yang sangat besar manfaatnya adalah pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari gurunya, para penulis, produsen alat-alat peraga atau alat-alat audio visual dan pengalaman para ahli lainnya. Oleh karenanya, teknik utama dalam pendidikan adalah teknik penyampaian yang berupa: ceramah, tugas baca, dan penyajian melalui alat pandang dengar. Di sini ada anggapan bahwa dalam perkembangannya seseorang membuat semacam alat penampungan (reservoair) pengalaman yang kemudian akan merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat bagi diri sendiri mau pun bagi orang lain. Lagi pula seseorang akan menangkap arti dengan lebih baik tentang apa yang dialami daripada apabila mereka memperoleh secara pasif, oleh karena itu teknik penyampaian yang utama adalah eksperimen, percobaan-percobaan di laboratorium, diskusi, pemecahan masalah, latihan simulasi, dan praktek lapangan. Kesiapan belajar Seseorang harus siap mempelajari apapun yang dikatakan oleh masyarakat, dan hal ini menimbulkan tekanan yang cukup besar bagi mereka karena adanya perasaan takut gagal, anak-anak yang sebaya diaggap siap untuk mempelajari hal yang sama pula, oleh karena itu kegiatan belajar harus diorganisasikan dalam suatu kurikulum yang baku, dan langkah-langkah penyajian harus sama bagi semua orang. Seseorang akan siap mempelajari sesuatu apabila ia merasakan perlunya melakukan hal tersebut, karena dengan mempelajari sesuatu itu ia dapat memecahkan masalahnya atau dapat menyelesaikan tugasnya sehari-hari dengan baik. Fungsi pendidik di sini adalah menciptakan kondisi, menyiapkan alat serta prosedur untuk membantu mereka menemukan apa yang perlu mereka ketahui. Dengan demikian program belajar harus disusun sesuai dengan kebutuhan kehidupan mereka yang sebenarnya dan urutan-urutan penyajian harus disesuaikan dengan kesiapan peserta didik. Orientasi belajar Peserta didik menyadari bahwa pendidikan adalah suatu proses penyampaian ilmu pengetahuan, dan mereka memahami bahwa ilmu-ilmu tersebut baru akan bermanfaat di kemudian hari. Oleh karena itu, kurikulum harus disusun sesuai dengan unit-unit mata pelajaran dan mengikuti urutan-urutan logis ilmu tersebut , misalnya dari kuno ke modern atau dari yang mudah ke sulit. Dengan demikian, orientasi belajar ke arah mata pelajaran. Artinya jadwal disusun berdasarkan keterselesaian nya mata-mata pelajaran yang telah ditetapkan. Peserta didik menyadari bahwa pendidikan merupakan suatu proses peningkatan pengembangan kemampuan diri untuk mengembangkan potensi yang maksimal dalam hidupnya. Mereka ingin mampu menerapkan ilmu dan keterampilan yang diperolehnya hari ini untuk mencapai kehidupan yang lebih baik atau lebih efektif untuk hari esok. Berdasarkan hal tersebut di atas, belajar harus disusun ke arah pengelompokan pengembangan kemampuan. Dengan demikian orientasi belajar terpusat kepada kegiatannya. Dengan kata lain, cara menyusun pelajaran berdasarkan kemampuan-kemampuan apa atau penampilan yang bagaimana yang diharap kan ada pada peserta didik. Kelemahannya Pedagogi adalah manusia (dalam hal ini adalah siswa) yang memiliki keunikan, yang memiliki talenta, memiliki minat, memiliki kelebihan, menjadi tidak berkembang, menjadi tidak bisa mengeksplorasi dirinya sendiri, tidak mampu menyampaikan kebenarannya sendiri, sebab yang memiliki kebenaran adalah masa lalu, adalah sesuatu yang sudah mapan dan sudah ada sampai sekarang. Pedagogi memiliki kelebihan, yakni di dalam menjaga rantai keilmuan yang sudah diawali oleh orang-orang terdahulu, maka rantai emas dan benang merah keilmuan bisa dilanjutkan oleh generasi mendatang.

RESUME BIMBINGAN KONSELING

BIMBINGAN KONSELING 1. PENGERTIAN BIMBINGAN KONSELING A. Pengertian Bimbingan Menurut Prayitno dan Erman Amti, bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. B. Pengertian Konseling Jones, menyebutkan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya, sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya. C. Kesimpulan Bimbingan dan Konseling adalah proses interaksi antara konselor dengan konseli baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka untuk membantu konseli agar dapat mengembangkan potensi dirinya atau pun memecahkan permasalahan yang dialaminya. Bimbingan dan Konseling juga dapat didefinisikan sebagai upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor untuk memfasilitasi perkembangan konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. 2. TUJUAN BIMBINGAN DAN KONSELING A. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah:  Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.  Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain.  Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.  Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif  Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.  Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat.  Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.  Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship).  Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.  Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif. B. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah:  Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.  Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif.  Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.  Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif.  Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, dan  Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian C. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah:  Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan  Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir  Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja.  Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.  Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir.  Memiliki kemampuan merencanakan masa depan.  Dapat membentuk pola-pola karir.  Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat 3. FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING a) Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). b) Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. c) Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. d) Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. e) Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. f) Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. g) Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif. h) Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). i. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli. i) Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. IV. ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING a) Asas Kerahasiaan, asas yang menuntut konselor merahasiakan data atau informasi yang diberikan konseli agar tidak diketahui orang lain dan data atau informasi hanya boleh disebarluaskan berdasarkan persetujuan konseli yang dapat dipertanggungjawabkan. b) Asas Kesukarelaan, asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan antara konselor dengan konseli dalam mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan. c) Asas Keterbukaan, asas yang menghendaki agar konselor dan konseli bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan maupun dalam menerima berbagai informasi dari luar yang berguna bagi pengembangandirinya. d) Asas Kegiatan, asas menghendaki agar konselor dan konseli berpartisipasi aktif dalam rangkaian kegiatan dalam layanan bimbingan dan konseling. e) Asas Kemandirian, asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yaitu konseli diharapkan menjadi mandiri secara pribadi, sosial, belajar, dan karier, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. f) Asas Kekinian, asas yang menghendaki permasalahan yang dihadapi konseli terjadi saat sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat konseli pada saat sekarang. g) Asas Kedinamisan, asas yang menghendaki agar isi layanan hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu. h) Asas Keterpaduan, asas yang menghendaki agar layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan dapat saling menunjang, harmonis, dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama atau kolaborasi dengan berbagai pihak yang terkait menjadi perlu dilaksanakan. i) Asas Kenormatifan, asas yang menghendaki agar layanan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma yang berlaku. j) Asas Keahlian, asas yang menghendaki agar layanan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. k) Asas Alih Tangan Kasus, asas yang menghendaki agar konselor yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. l) Asas Tut Wuri Handayani, asas yang diadopsi dari nilai-nilai pendidikan Ki Hajar Dewantara. Asas Tut Wuri Handayani adalah asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi, mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada konseli untuk berkembang maju sesuai dengan potensi yang dimiliki konseli.

RESUME : MENGELOLA KELAS

Mengelola Kelas A. Mengapa Kelas Perlu Dikelola Secara Efektif Manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid (Charles, 2002; Everston, Emmer, & Worsham, 2003). Para pakar dalam bidang manajemen kelas melaporkan bahwa ada perubahan dalam pemikiran tentang cara terbaik untuk mengelola kelas. Pandangan lama menekankan pada penciptaan dan pengaplikasian aturan untuk megontrol tindak tanduk murid. Pandangan yang baru memfokuskan pada kebutuhan murid untuk mengembangkan hubugan dan kesempatan untuk menata diri (Kennedy, dkk., 2001). Manajemen kelas yang mengorientasikan murid pada sikap pasif dan patuh pada aturan ketat dapat melemahkan keterlibatan murid dalam pembelajaran aktif, pemikiran, dan konstruksi pengetahuan sosial (Charles & Senter, 2002). Tren baru dalam manajemen kelas lebih menekankan pada pembimbingan murid untuk menjadi lebih mau berdisiplin diri dan tidak terlalu menekankan pada kontrol eksternal atas diri murid (Freiberg, 1999). 1. Kelas Padat, Kompleks, dan Berpotensi Kacau Dalam menganalisis lingkungan kelas, Walter Doyle (1986) mendeskripsikan enam karakterisitik yang merefleksikan kompleksitas dan potensi problemnya : - Kelas adalah multidimensional; - Aktivitas terjadi secara simultan; - Hal – hal terjadi secara cepat; - Kejadian sering kali tidak bisa diprediksi; - Hanya ada sedikit privasi; - Kelas punya sejarah. 2. Memulai dengan Benar Salah satu kunci untuk mengelola kompleksitas adalah mengelola hari – hari pertama dan minggu – minggu awal masa sekolah secara cermat dan hati – hati. Anda harus menggunakan masa – masa ini untuk (1) menyampaikan aturan dan prosedur yang Anda gunakan kepada kelas dan mengajak murid bekerja sama untuk mematuhinya, dan (2) mengajak murid terlibat aktif dalam semua aktivitas pembelajaran. 3. Penekanan pada Instruksi dan Suasana Kelas yang Positif Dalam sebuah studi klasik, Jacob Kounin (1970) tertarik untuk menemukan bagaimana guru merespons perilaku murid yang menyimpang. Kounin terkejut ketika menemukan bahwa manajer kelas yang efektif dan tidak efektif memberikan respons terhadap perilaku itu dengan cara yang sama. Manajer yang efektif jauh lebih baik ketimbang manajer yang tidak efektif dalam memanajemen aktivitas kelompok. Para peneliti di bidang psikologi pendidikan senantiasa menemukan bahwa guru yang membimbing dan menata kegiatan kelas secara kompeten jauh lebih efektif ketimbang guru yang hanya menekankan pada disiplin (Brophy, 1996). 4. Tujuan dan Strategi Manajemen  Membantu Murid Menghabiskan Lebih Banyak Waktu untuk Belajar dan Mengurangi Waktu Aktivitas yang Tidak Diorientasikan pada Tujuan.  Mencegah Murid Mengalami Problem Akademik dan Emosional B. Mendesain Lingkungan Fisik Kelas 1. Prinsip Penataan Kelas Berikut ini empat prinsip dasar yang dapat dipakai untuk menata kelas (Everston, Emmer, & Worsham, 2003) : • Kurangi kepadatan di tempat lalu – lalang. • Pastikan bahwa kita dapat dengan mudah melihat semua murid. • Materi pengajaran dan perlengkapan murid harus mudah diakses • Pastikan murid dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas. 2. Gaya Penataan • Penataan Kelas Standar Gaya Auditorium yaitu gaya susunan kelas di mana semua murid duduk menghadap guru. Gaya Tatap Muka yaitu gaya susunan kelas di mana murid saling menghadap. Gaya Off – Set yaitu gaya susunan kelas dimana sejumlah murid (biasanya tiga atau empat anak) duduk di bangku, tetapi tidak berhadapan langsung satu sama lain. Gaya Seminar yaitu gaya susunan kelas di mana sejumlah besar murid (sepuluh atau lebih) duduk di susunan berbentuk lingkaran, atau persegi, atau bentuk U. Gaya Klaster yaitu gaya susunan kelas di mana sejumlah murid (biasanya empat sampai delapan anak) bekerja dalam kelompok kecil. • Personalisasi Kelas Menurut pakar manajemen kelas Carol Weinstein dan Andrew Mignano (1997), kelas sering kali mirip dengan kamar hotel – nyaman tetapi impersonal, tidak mengungkapkan apa pun tentang orang yang menggunakan ruang itu. Anonimitas semacam itu biasanya terjadi di kelas sekolah menengah, di mana enam atau tujuh kelas mungkin menggunakan ruangan selama satu hari. C. Menciptakan Lingkungan Yang Positif Untuk Pembelajaran 1. Menggunakan Gaya Otoritatif Guru yang otoritatif melibatkan murid dalam kerja sama give – and – take dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka. Guru yang otoritatif akan menjelaskan aturan dan regualasi, menentukan standar dengan masukan dari murid. • Gaya manajemen kelas otitarian adalah gaya yang restriktif dan punitif. Fokus utamanya adalah menjaga ketertibatan di kelas, bukan pada pengajaran dan pembelajaran. • Gaya manajemen kelas yang permisif memberi banyak otonomi pada murid tapi tidak memberi banyak dukungan untuk pengembangan keahlian pembelajaran atau pengelolaan perilaku mereka. 2. Mengelola Aktivitas Kelas Secara Efektif Berikut ini kita akan fokus pada beberapa perbedaan antara manajer kelompok kelas yang efektif dan tidak efektif. Manajer kelas yang efektif : • Menunjukkan seberapa jauh mereka “mengikuti”. • Atasi situasi tumpang – tindih secara efektif. • Menjaga kelancaran dan konstinuitas pelajaran. Libatkan murid dalam berbagai aktivitas yang menantang. 3. Membuat, Mengajarkan, dan Mempertahankan Aturan dan Prosedur • Membedakan Aturan dan Prosedur Baik aturan maupun prosedur adalah pernyataan ekspektasi tentang perilaku (Everston, Emmer & Worsham, 2003). Aturan fokus pada ekspekstasi umum atau spesifik atau standar perilaku. Contoh aturan umum adalah : “Hargai orang lain”. Contoh aturan yang lebih spesifik adalah : “Dilarang mengunyah permen karet di kelas”. • Mengajarkan Aturan dan Prosedur Beberapa guru mau melibatkan murid dalam pembuatan aturan dengan harapan ini akan mendorong mereka untuk lebih bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri (Emmer, everston & Worsham, 2003). Keterlibatan murid dapat beragam bentuknya, antara lain dengan diskusi alasan penentuan aturan dan makna dari aturan. 4. Mengajak Murid untuk Bekerja Sama • Menjalin Hubungan Positif dengan Murid Ketika kebanyakan dari kita memikirkan guru favorit, kita memikirkan seseorang yang perhatian pada apakah pemahaman kita. Karenanya tunjukkan perhatian tulus pada murid sebagai individu sehingga mereka mau diajak bekerja sama. Orang mudah tergoda untuk menuntut prestasi akademik yang bagus dan kelas yang tenang, tetapi mudah lupa pada kebutuhan sosiemosional murid. • Mengajak Murid untuk Berbagi dan Mengemban Tanggung Jawab Beberapa pakar manajemen kelas percaya bahwa berbagi tanggung jawab dengan murid untuk membuat keputusan kelas akan meningkatkan komitmen atau kepatuhan murid pada keputusan itu (Eggleton, 2001; Lewis, 2001; Risley & Walther, 1995). • Beri Hadiah Terhadap Perilaku yang Tepat Berikut ini beberapa pedoman untuk menggantikan imbalan dalam mengelola kelas.  Memilih penguat yang Efektif.  Gunakan Prompts dan Shaping Secara Efektif.  Gunakan Hadiah untuk Memberi Informasi tentang Penguasaan, Bukan untuk Mengontrol Perilaku Murid. D. Menjadi Komunikator Yang Baik 1. Keterampilan Berbicara • Berbicara di Depan Kelas dan Murid Beberapa strategi untuk berbicara secara jelas dengan kelas antara lain (Florez, 1999) :  Menggunakan tata bahasa dengan benar.  Memilih strategi yang gampang dipahami dan tepat bagi level grade murid.  Menerapkan strategi untuk meningkatkan kemampuan murid dalam memahami apa yang Anda katakan.  Berbicara dengan tempo yang tepat, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.  Tidak menyampaikan hal – hal yang benar.  Menggunakan perencanan dan pemikiran logis sebagai dasar untuk berbicara secara jelas di kelas. > Pesan “kamu” adalah gaya komunikasi yang tidak diinginkan di mana pembicara tampak menghakimi orang lain menempatkannya dalam posisi defensif. > Pesan “aku” adalah adalah gaya komunikasi yang merefleksikan perasaan pembicara dan lebih baik ketimbang pernyataan “kamu” yang mengandung nada menghakimi. > Bersikap tegas.  Gaya agresif yaitu salah satu gaya dalam menangani konflik dimana orang cenderung “galak” kepada orang lain dan bersikap menuntut, kasar, dan bermusuhan.  Gaya manipulatif yaitu salah satu gaya dalam menangani komflik di mana orang berusaha untuk mendapatkan keinginannya dengan cara membuat orang lain merasa bersalah atau kasihan kepadanya.  Gaya pasif yaitu salah satu dalam menangani konflik di mana orang bersikap non – asertif dan pasrah dan tidak mau memberi tahu orang lain tentang apa yang mereka inginkan..  Gaya agresif yaitu salah satu gaya dalam menangani konflik dimana orang cenderung “galak” kepada orang lain dan bersikap menuntut, kasar, dan bermusuhan.  Gaya manipulatif yaitu salah satu gaya dalam menangani komflik di mana orang berusaha untuk mendapatkan keinginannya dengan cara membuat orang lain merasa bersalah atau kasihan kepadanya.  Gaya pasif yaitu salah satu dalam menangani konflik di mana orang bersikap non – asertif dan pasrah dan tidak mau memberi tahu orang lain tentang apa yang mereka inginkan.  Gaya asertif yaitu salah satu cara menangani konflik di mana orang mengekspresikan perasaan mereka, meminta apa yang mereka inginkan, mengatakan tidak pada apa – apa yang tidak mereka inginkan, dan bertindak demi kepentingan terbaik mereka.